Selasa, 25 Desember 2012

Merry Christmas All!

Selamat Hari Natal Bagi Mereka Yang Merayakannya! GBU!


Rahasia Dibalik Lagu 'Twelve Days of Christmas'

Tahu lagu 'Twelve Days of Christmas'? Lagu ini memang sangat populer bagi mereka yang merayakan natal. Bagi banyak orang, lagu ini mungkin hanya lagu natal biasa tanpa maksud tersembunyi, hanya lagu ceria sebagai pemanis di waktu natal. Apalagi liriknya yang lucu dan tak masuk akal. Lihat saja lirik lengkapnya, full lyric of twelve days of christmas, plus video, di bawah ini:


Disini liriknya:
On the first day of Christmas, 

my true love sent to me 

A partridge in a pear tree.



On the second day of Christmas, 

my true love sent to me 

Two turtle doves, 

And a partridge in a pear tree. 



On the third day of Christmas, 

my true love sent to me 

Three French hens, 

Two turtle doves, 

And a partridge in a pear tree. 



On the fourth day of Christmas, 

my true love sent to me 

Four calling birds, 

Three French hens, 

Two turtle doves, 

And a partridge in a pear tree. 



On the fifth day of Christmas, 

my true love sent to me 

Five golden rings, 

Four calling birds, 

Three French hens, 

Two turtle doves, 

And a partridge in a pear tree. 



On the sixth day of Christmas, 

my true love sent to me 

Six geese a-laying, 

Five golden rings, 

Four calling birds, 

Three French hens, 

Two turtle doves, 

And a partridge in a pear tree. 



On the seventh day of Christmas, 

my true love sent to me 

Seven swans a-swimming, 

Six geese a-laying, 

Five golden rings, 

Four calling birds, 

Three French hens, 

Two turtle doves, 

And a partridge in a pear tree. 



On the eighth day of Christmas, 

my true love sent to me 

Eight maids a-milking, 

Seven swans a-swimming, 

Six geese a-laying, 

Five golden rings, 

Four calling birds, 

Three French hens, 

Two turtle doves, 

And a partridge in a pear tree. 


On the ninth day of Christmas, 

my true love sent to me 

Nine ladies dancing, 

Eight maids a-milking, 

Seven swans a-swimming, 

Six geese a-laying, 

Five golden rings, 

Four calling birds, 

Three French hens, 

Two turtle doves, 
And a partridge in a pear tree. 



On the tenth day of Christmas, 

my true love sent to me 

Ten lords a-leaping, 

Nine ladies dancing, 

Eight maids a-milking, 

Seven swans a-swimming, 

Six geese a-laying, 

Five golden rings, 

Four calling birds, 

Three French hens, 
Two turtle doves, 
And a partridge in a pear tree. 



On the eleventh day of Christmas, 

my true love sent to me 

Eleven pipers piping, 

Ten lords a-leaping, 

Nine ladies dancing, 

Eight maids a-milking, 

Seven swans a-swimming, 

Six geese a-laying, 

Five golden rings, 

Four calling birds, 
Three French hens, 
Two turtle doves, 
And a partridge in a pear tree. 



On the twelfth day of Christmas, 

my true love sent to me 

Twelve drummers drumming, 

Eleven pipers piping, 

Ten lords a-leaping, 

Nine ladies dancing, 

Eight maids a-milking, 

Seven swans a-swimming, 

Six geese a-laying, 

Five golden rings, 
Four calling birds, 
Three French hens, 
Two turtle doves, 
And a partridge in a pear tree!


Ini Videonya:


Liriknya memang agak panjang, tapi coba perhatikan, liriknya sebenarnya hanya di ulang-ulang. Dari hari pertama yang cuma dapat satu hadiah, sampai hari keduabelas yang dapat banyak hadiah.

Walau terkesan biasa, ternyata lagu ini pernah dipakai sebagai alat pengajaran agama Katolik kepada anak kecil secara diam-diam pada abad ke-16. Jadi, pada waktu itu, agama Katolik dilarang di Inggris. Hanya gereja Angelikan yang diijinkan. Oleh karena itu, penganut agama Katolik menjalankan ibadat dengan sembunyi-sembunyi karena jika ketahuan akan dihukum, bahkan bisa digantung. Nah, para orang tua yang beragama Katolik bingung bagaimana melanjutkan agama Katolik kepada anak-cucu mereka tanpa ketahuan. Akhirnya mereka membuat lagu yang penuh kode ini. Kode yang merujuk pada doktrin Gereja Katolik. Apa saja doktrinnya? Mari kita lihat satu persatu:


1. A partridge in a pear tree
Ayam hutan di atas pohon pir melambangkan pengabdian dan keberanian yang sangat besar hingga rela mengorbankan dirinya. Induk ayam rela melindungi anak-anaknya bahkan rela mati, seperti Kristus. Oleh karena itu, hadiah pertama ini melambangkan Yesus Kristus yang lahir di dunia.
2. Two turtle doves
Dua merpati melambangkan perjanjian lama dan perjanjian baru sekaligus simbol kebenaran dan perdamaian.
3. Three french hens
Tiga ayam betina pada waktu itu adalah hidangan yang sangat mahal, untuk raja. Ini melambangkan tiga hadiah yang dibawa waktu kelahiran Yesus: emas, kemenyan, dan mur.
4. Four calling birds
Melambangkan empat penulis perjanjian baru: Matius, Markus, Lukas, Yohanes.
5. Five golden ring
Lima cincin emas melambangkan lima kitab pertama dalam perjanjian lama atau yang biasa disebut dengan "Hukum Musa / Torah"
6. Six geese a-laying
Enam angsa yang sedang mengeram melambangkan enam hari penciptaan. Telur menandakan akan kelahiran/penciptaan.
7. Seven swans a swimming
Tujuh angsa yang sedang berenang melambangkan 7 karunia Roh Kudus (Roma 12:6-8). Bila kita menjalankan ketujuhnya, maka hidup kita akan seindah dan selancar angsa di atas air.
8. Eight maids a-milking
Delapan pemerah susu melambangkan delapan jenis manusia seperti yang terdapat dalam Matius 5:3-10. Selain itu, pada jaman itu pemerah susu adalah pekerjaan hina sehingga melambangkan Kristus yang datang tanpa melihat harta, umur, ras, dsb.
9. Nine ladies dancing
Sembilan wanita menari melambangkan 9 buah-buah roh: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan kesetiaan, kelemah lembutan, dan penguasaan diri.
10. Ten lords a leaping
Sepuluh bangsawan melambangkan 10 perintah Allah
11. Eleven pipers piping
Melambangkan 11 murid Yesus yang tersisa yang mewartakan kabar gembira ke seluruh dunia.
12. Twelve drummers drumming
Melambangkan 12 poin penting dalam Syahadat Para Rasul / Aku Percaya.

Itu dia rahasia, secert behind twelve days of christmas song. 

dari: Stories behind best-loved songs of christmas

Jumat, 14 Desember 2012

Melangkahi Lorong Waktu

Cerpen ini mengisahkan tentang kehidupan di ibukota Indonesia ini, ibukota yang katanya lebih kejam dari pada ibu tiri. Selamat membaca! o3o


Aku memakai masker berwarna merah jambu favoritku. Sebenarnya, masker ini lebih cocok dikatakan berwarna merah tua dibanding merah jambu. Aku harus beli masker keluaran terbaru lagi rupanya. Masker yang lebih tebal, lebih bersih, dan lebih mahal tentunya. Heran, semakin lama masker yang diproduksi makin tebal saja, setebal asap yang menyelimuti pabriknya.

Kulangkahkan kaki menyusuri ruang tamu. Mama mana ya? Sepertinya sedang mandi. Ku sibakkan gorden yang menutupi jendela di ruangan berukuran 2 x 2 meter itu. Huh, pemandangan ini lagi. Bukit hijau berhiaskan bunga warna-warni dengan latar langit biru tanpa awan. Pemandangan yang diproyeksikan 24 jam setiap harinya oleh layar LCD yang dipasang disetiap jendela. Sejak halaman depan rumah... ups, sekeliling rumah maksudku, dipenuhi oleh sampah-sampah yang tak lain dan tak bukan merupakan hasil eksresi dari rumah ini, papa mulai membeli LCD demi LCD untuk menggantikan pemandangan yang memuakkan itu. Sama seperti tetangga-tetangga lainnya.

"Monique, ngapain kamu ngeliatin jendela itu?"

Oh, itu dia si mama. Tubuhnya nampak bersih sehabis mandi. Mandi dengan laser pembersih. Aku penasaran, bagaimana rasanya mandi dengan air, seperti yang sering diceritakan kakek? Hmm, sepertinya menyegarkan. Kalau sekarang aku berani mencoba mandi pakai air, aku pasti sudah dipenjara seumur hidup. Terang saja, mencari air kini bukan perkara mudah. Air di Jakarta kini 90% nya sudah tercemar oleh sampah. Untuk keperluan hidup seisi rumah saja, kami harus beli air impor dari kaki gunung Rokko, Kobe, Jepang. Karena harganya yang selangit, kami hanya diijinkan untuk minum dua gelas per hari, bukan dua liter seperti slogan-slogan yang sering kutemukan di kumpulan koran lama milik kakek.

"Gapapa kok ma, cuma iseng. Ma, aku mau beli masker baru dong! Yang ini kotor banget. Udah kulaser berkali-kali tetep aja kotor. Kalau kotor gini, percuma aja pakai masker, yang dihirup sama aja!"

Kulihat tatapan mama berubah menjadi aneh. Seperti... Seperti tatapan iba. Aneh, kenapa mama iba kepadaku? Entahlah. Mama mengeluarkan dompetnya yang terbuat dari plastik bekas makanan ringan. Di bagian depannya tertera tulisan ’Chuba’ yang selalu membuatku penasaran. ”Rasanya cetar membahana badai deh pokoknya!” promosi nenek waktu itu.

"Nih, lima puluh ribu, cukup kan?" ujar mama sambil menyodorkan selembar kertas daur ulang berukuran 3x4 cm. Kalau tidak ada tulisan '50 BI' di pojok kanannya, pasti sudah kukira sobekan kertas tak berarti.

"Ngg, kemarin aku lihat di katalog harganya udah naik jadi delapan puluh ribu."

Sesaat kulihat mama terperanjat. Dengan berat hati, ia sodorkan lagi selembar kertas yang identik. Uang dengan nominal seratus ribu itu pun berpindah ke tanganku. Kini, aku bersiap untuk berangkat ke toko masker langganan keluargaku. Kukenakan jaket merah, celana hitam panjang, sepasang sarung tangan, dan sepasang sepatu bot kesukaanku. Tak lupa kukenakan pula kacamata hitam milik kakek.

"Pergi dulu ya, ma!"

Dengan hati-hati aku melangkah keluar rumah. Takut menginjak serpihan botol kaca yang berserakan di jalan setapak depan rumahku. Aku tertegun melihat ratusan, atau bahkan ribuan kecoa berpesta pora di depan rumah Dini yang hanya beda dua rumah dari rumahku. Pasti mereka baru makan makanan organik. Wah, beruntung sekali mereka. Tak seperti aku yang setiap hari hanya disuguhi tablet-tablet daging yang hambar.

Eh, apa ini??! AAARRGH!! Aku menginjak kotoran kucing karena terlalu asyik melamunkan makanan apa yang dimakan oleh keluarga Dini. Duh, kenapa sih TPA bisa penuh?? Kan jadi kacau begini, semua sampah campur aduk di jalan. Giliran sudah parah baru mencari solusi. Gembar-gembor soal daur ulang, 3R, penghijauan, dan global warming disaat semuanya sudah terlambat. Dasar, manusia-manusia egois!

Akhirnya sampai juga di toko masker. Kutatap sebuah poster usang bekas kampanye pilkada tahun lalu yang masih tertempel di pintu toko. ”....nomor 5 untuk Jakarta 2027-2032 lebih baik!” Cih, janji-janji palsu! Dari dulu sampai sekarang tak berubah, hanya bermulut manis saat kampanye namun gelap mata saat menjabat. Rakyat pun terpaksa berputih mata lagi untuk kesekian kalinya.

"Pak, maskernya satu ya, yang warna hitam aja deh biar gak gitu kelihatan kalau kotor."

Penjaga toko yang tampaknya sudah tidak minum berhari-hari itupun membungkus pesananku. Kasihan juga melihatnya. Ia pasti belum mempunyai cukup uang untuk membeli air. Semua ini karena sampah!! Andai aku bisa kembali ke masa lalu, 2012 mungkin. Akan ku ajak seluruh penduduk dunia untuk menjaga keasrian bumi pertiwi dengan tindakan nyata, bukan sekadar janji. Ku tunjukkan bahwa perbuatan mereka akan menjadi bumerang di masa yang akan datang. Andai...

Serunya Drama Musikal OLAHO!

Halo!!! \( ^ _ ^ )/
Lama tak sua! Baruuuuu aja selesai ulangan umum.
Post kali ini isinya tentang liputan One Last Hope, drama musikal dwitahunan SMA Regina Pacis Jakarta yang dimuat di majalah TaMu! 8D

Lihat nih:
Klik untuk memperbesar :D
Artikelnya bisa dibaca langsung dari fotonya!

FYI: artikel diatas disusun oleh gw dan Karinnia dengan foto dari sekbid dokumentasi OLAHO :P
 

Rokok Oh Rokok.. :D

Percakapan di BUS kota… PR : Perokok BP : Bukan Perokok ==================================================================

PR mengeluarkan sebungkus rokok dari... kantung celananya bermaksud untuk menawarkan kepada orang sebelahnya.

PR : Mau rokok mas?
BP : oh tidak,, terimakasih

BP merasa tergugah, dan ingin memberi arahan kepada si PR supaya tidak merokok, lantas mulailah si BP mengawali pembicaraan.

BP : sehari habis berapa batang rokok mas?
PR : Biasanya sih 2 bungkus
BP : sebungkus harganya berapa mas?
PR : Sepuluh ribu,

BP : mas udah berapa tahun ngerokok?
PR : kurang lebih 20 tahunanlah.. emang kenapa?
BP : begini saya kasih gambaran,
1 bungkus harganya 10ribu, satu hari mas habis 2 bungkus, jadi perhari mas ngeluarin uang 20.000 untuk membeli rokok.
Nah, kalo satu bulan itu ada 30 hari maka 20.000 x 30 = 600.000.
Terus kalo Satu tahun ada 12 bulan berarti 600.000 x 12 = 7.200.000 , kalo mas nya udah 20 tahun ngerokok berarti 7.200.000 x 20 = 144.000.000..
wahh... seharusnya kalo mas gak merokok udah bisa beli mobil tuh!

*kemudian hening*

PR : Oh gitu ya mas.. saya juga kasih gambaran boleh !
BP : silahkan
PR : mas Perokok apa bukan?
BP : bukan ( geleng - geleng kepala )
PR : LAH? NAPE LO NAIK BUS? MOBIL LO MANA???
BP : $#^@ X!!? + == D @^-*(%)

ngakak sumpah pas baca akhirnya!! XDD iya juga ya.. o_Oa  *garuk2
jadi, lebih baik... :D
dari http://pengalaman-apin.blogspot.com/2012/12/ada-apa-dengan-merokok.html

Sabtu, 24 November 2012

Alergi Hidup (Renungan)


Seorang pria mendatangi seorang Guru. Katanya, “Guru, saya sudah bosan hidup. Benar-benar jenuh. Rumah tangga saya berantakan. Usaha saya kacau. Apapun yang saya lakukan selalu gagal. Saya ingin mati”.

Sang Guru tersenyum lalu berkata, “Oh, kamu sakit”.

“Tidak Guru, saya tidak sakit. Saya sehat. Hanya jenuh dengan kehidupan. Itu sebabnya saya ingin mati”.

Seolah-olah tidak mendengar pembelaannya, sang Guru meneruskan, “Kamu sakit. Penyakitmu itu bernama 'Alergi Hidup'. Ya, kamu alergi terhadap kehidupan. Banyak sekali di antara kita yang alergi terhadap kehidupan. Kemudian, tanpa disadari kita melakukan hal-hal yang bertentangan dengan norma kehidupan. Hidup ini berjalan terus. Sungai kehidupan ini mengalir terus, tetapi kita menginginkan keadaan status-quo. Kita berhenti di tempat, kita tidak ikut mengalir. Itu sebabnya kita jatuh sakit. Kita mengundang penyakit. Penolakan kita untuk ikut mengalir bersama kehidupan membuat kita sakit. Usaha pasti ada pasang-surutnya. Dalam berumah-tangga, pertengkaran kecil itu memang wajar. Persahabatan pun tidak selalu langgeng. Apa sih yang abadi dalam hidup ini ? Kita tidak menyadari sifat kehidupan. Kita ingin mempertahankan suatu keadaan. Kemudian kita gagal, kecewa dan menderita.”

“Penyakitmu itu bisa disembuhkan, asal kamu benar-benar bertekad ingin sembuh dan bersedia mengikuti petunjukku,” kata sang Guru.

“Tidak Guru, tidak. Saya sudah betul-betul jenuh. Tidak, saya tidak ingin hidup lebih lama lagi”, pria itu menolak tawaran sang Guru.

“Jadi kamu tidak ingin sembuh. Kamu betul-betul ingin mati ?” tanya Guru.

“Ya, memang saya sudah bosan hidup”, jawab pria itu lagi.

“Baiklah. Kalau begitu besok sore kamu akan mati. Ambillah botol obat ini… Malam nanti, minumlah separuh isi botol ini. Sedangkan separuh sisanya kau minum besok sore jam enam. Maka esok jam delapan malam kau akan mati dengan tenang.”

Kini, giliran pria itu menjadi bingung. Sebelumnya, semua Guru yang ia datangi selalu berupaya untuk memberikan semangat hidup. Namun, Guru yang satu ini aneh. Alih-alih memberi semangat hidup, malah menawarkan racun. Tetapi, karena ia memang sudah betul-betul jenuh, ia menerimanya dengan senang hati.

Setibanya di rumah, ia langsung menghabiskan setengah botol racun yang disebut “obat” oleh sang Guru tadi. Lalu, ia merasakan ketenangan yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Begitu rileks, begitu santai. Tinggal satu malam dan satu hari ia akan mati. Ia akan terbebaskan dari segala macam masalah.

Malam itu, ia memutuskan untuk makan malam bersama keluarga di restoran Jepang. Sesuatu yang tidak pernah ia lakukan selama beberapa tahun terakhir. Ini adalah malam terakhirnya. Ia ingin meninggalkan kenangan manis. Sambil makan, ia bersenda gurau. Suasananya amat harmonis. Sebelum tidur, ia mencium istrinya dan berbisik, “Sayang, aku mencintaimu” 

Sekali lagi, karena malam itu adalah malam terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis.

Esoknya, sehabis bangun tidur, ia membuka jendela kamar dan melihat ke luar. Tiupan angin pagi menyegarkan tubuhnya dan ia tergoda untuk melakukan jalan pagi. Setengah jam kemudian ia kembali ke rumah, ia menemukan istrinya masih tertidur. Tanpa membangunkannya, ia masuk dapur dan membuat dua cangkir kopi. Satu untuk dirinya, satu lagi untuk istrinya. Karena pagi itu adalah pagi terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis! Sang istripun merasa aneh sekali dan berkata : “Sayang, apa yang terjadi hari ini? Selama ini, mungkin aku salah. Maafkan aku sayang.”

Di kantor, ia menyapa setiap orang, bersalaman dengan setiap orang. Stafnya pun bingung, “Hari ini, Bos kita kok aneh ya?” Dan sikap mereka pun langsung berubah. Mereka pun menjadi lembut. Karena siang itu adalah siang terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis! Tiba-tiba, segala sesuatu di sekitarnya berubah. Ia menjadi ramah dan lebih toleran bahkan menghargai terhadap pendapat-pendapat yang berbeda. Tiba-tiba hidup menjadi indah. Ia mulai menikmatinya.

Pulang ke rumah jam 5 sore, ia menemukan istri tercinta menungguinya di beranda depan. Kali ini justru sang istri yang memberikan ciuman kepadanya sambil berkata : “Sayang, sekali lagi aku minta maaf, kalau selama ini aku selalu merepotkan kamu.” Anak-anak pun tidak ingin ketinggalan : “Ayah, maafkan kami semua. Selama ini, ayah selalu tertekan karena perilaku kami.”

Tiba-tiba, sungai kehidupannya mengalir kembali. Tiba-tiba, hidup menjadi sangat indah. Ia mengurungkan niatnya untuk bunuh diri. Tetapi bagaimana dengan setengah botol yang sudah ia minum, sore sebelumnya? Ia mendatangi sang Guru lagi. Melihat wajah pria itu, rupanya sang Guru langsung mengetahui apa yang telah terjadi dan berkata: “Buang saja botol itu. Isinya air biasa. Kau sudah sembuh. Apabila kau hidup dalam kekinian, apabila kau hidup dengan kesadaran bahwa maut dapat menjemputmu kapan saja, maka kau akan menikmati setiap detik kehidupan. Leburkan egomu, keangkuhanmu, kesombonganmu. Jadilah lembut, selembut air. Dan mengalirlah bersama sungai kehidupan. Kau tidak akan jenuh, tidak akan bosan. Kau akan merasa hidup. Itulah rahasia kehidupan. Itulah kunci kebahagiaan. Itulah jalan menuju ketenangan.”

Pria itu mengucapkan terima kasih dan menyalami Sang Guru, lalu pulang ke rumah, untuk mengulangi pengalaman malam sebelumnya. Konon, ia masih mengalir terus. Ia tidak pernah lupa hidup dalam kekinian. Itulah sebabnya, ia selalu bahagia, selalu tenang, selalu HIDUP.
 

Celoteh si Devi Template by Ipietoon Cute Blog Design and Homestay Bukit Gambang

Blogger Templates