Sabtu, 29 Juni 2013

Teka-teki di Balik Telepon dan Kalkulator

Kenal benda yang satu ini?



Kalau yang ini?


Ya, itu adalah gambar telepon dan kalkulator, kedua benda yang kerap kali kita temui dan pergunakan dalam kehidupan sehari-hari. Kalau diperhatikan sekilas, kedua benda ini memiliki tampilan yang mirip. Keduanya memiliki sepuluh tombol utama yang mewakili angka nol sampai sembilan. Namun, kalau diperhatikan baik-baik, akan tampak perbedaan mendasar yang memunculkan pertanyaan: mengapa tata letak tombol angka pada telepon dan kalkulator berbeda?


Pada telepon, angka-angka tersebut tersusun berurutan dari pojok kiri atas ke pojok kanan bawah sehingga membentuk tiga kolom angka yang rapi. Anehnya, kalkulator tidak memiliki tata letak seperti itu. Angka satu diletakkan pada pojok kiri bawah dan berakhir pada pojok kanan atas. Perbedaan tata letak ini terkadang menimbulkan kesalahan (sering terjadi juga pada penulis :p) karena saking terbiasanya menggunakan telepon (bagi yang sering nelpon) atau kalkulator (bagi yang kerjanya ngitung-ngitung mulu).

Lalu, mengapa telepon dan kalkulator tidak mau 'bekerja sama' untuk menyamakan tata letak mereka? Ada beberapa alasan yang dapat menjawabnya:


1. Jangan cepat-cepat!

Kalkulator atau mesin hitung bertombol telah ditemukan jauh -jauh hari sebelum telepon bertombol ditemukan. Model kalkulator standar yang digunakan sama seperti masa ini: tiga kolom angka dengan angka satu di pojok kiri bawah hingga angka sembilan di pojok kanan atas. Nah, saking hafalnya dengan tata letak ini, ketika menelepon jari-jari lentik penelepon pun dapat menekan tombol dengan kecepatan cahaya. Mengingat telepon yang saat itu belum secanggih sekarang, maka seharusnya dibutuhkan jeda antar penekanan nomor agar mesin telpon dapat memproses data yang masuk.



Oleh karena itu, perusahaan telepon menyiasatinya dengan cara membalik urutan angka pada telepon dan kalkulator agar para penelepon dapat menekan nomor lebih lambat karena perlu memerhatikan urutan nomor yang berbeda dengan yang biasa mereka gunakan di kalkulator sehari-hari. Walau masuk akal, tidak ada bukti yang mendukung. Masih banyak orang yang dapat menekan nomor telpon dengan cepat walaupun tata letaknya telah dibalik.


2. Riset, riset, riset

Pendapat lain mengemukakan bahwa AT&T selaku satu-satunya perusahaan yang memproduksi telepon pada saat itu melakukan riset dan percobaan untuk mencari tata letak telepon yang paling efisien dan efektif bagi para penggunanya. Ada beberapa alternatif tata letak yang diuji coba-kan, mulai dari dua baris tombol yang masing-masing memuat lima angka, letak tombol melingkar seperti yang terdapat pada telepon klasik, hingga tiga kolom tombol yang tersusun dari angka berurutan dari pojok kiri atas ke pojok kanan bawah. Dari hasil uji coba, didapatkan bahwa format tiga kolom-lah yang paling efisien dan efektif dari semua format yang ada.


3. Mesin-mesin hasil evolusi

Kalkulator yang ada saat ini merupakan hasil evolusi dari mesin kasir (mechanical desktop calculator) yang menjadi pendahulunya. Mesin ini terdiri dari sepuluh kolom dan sepuluh baris tombol yang berisi angka-angka. Tiap kolom mewakili tempat pada desimal. Kolom paling kiri menyatakan satuan, kolom di sebelah kanannya menyatakan puluhan, lalu ratusan, ribuan, dan seterusnya. Tombol-tombol ini tersusun dimulai dari nol pada baris terbawah hingga sembilan pada baris teratas. Penyebabnya belum dapat diketahui, namun diduga hal ini karena pola pikir masyarakat bahwa angka yang terbesar diletakkan di atas, angka yang lebih kecil diletakkan di bawahnya.


Hal inilah yang mendasari tata letak kalkulator modern: karena orang-orang telah terbiasa dengan tata letak angka yang lebih kecil di bawah sedangkan angka yang lebih besar di atas. Berbeda dengan telepon. Pada mulanya, telepon digunakan dengan cara memutar nomor, angka satu terletak di paling atas, disusul dengan angka dua, tiga, dan seterusnya. Angka nol tidak diletakkan di awal karena tidak ada tone pada angka nol, hanya ada pulse. Selain itu, setiap nomor pada telpon mewakili tiga sampai empat alfabet. Oleh karena itu, lebih masuk akal jika angka-angka pada telepon disusun berurutan dari atas ke bawah agar urutan alfabet tidak berantakan.

Itulah beberapa alasan yang menjelaskan perbedaan tata letak antara telepon dan kalkulator. Semua ini hanya teori, jawaban yang benar masih merupakan sebuah teka-teki yang menunggu untuk dipecahkan. Mana teori yang paling kamu yakini? Atau kamu punya teori lain?

Minggu, 23 Juni 2013

Misteri Saku Imut di Celana Jeans

Celana jeans saat ini memang sedang populer di kalangan remaja. Celana ini sangat cocok untuk segala kondisi, baik itu sedang santai ataupun formal. Celana ini juga dapat dipakai ketika sedang berjalan-jalan.

Nah, setelah sekian lama teman-teman memiliki celana jeans, pernah tidak kalian penasaran dengan satu saku kecil nan imut yang berada dalam saku depan sebelah kanan?  Ukurannya yang kecil membuatnya jarang dipakai dan diperhatikan. Apakah kantong ini ada sebagai hiasan saja? Ataukah ia memiliki fungsi rahasia? Untuk mengetahuinya, kita harus mengetahui sejarah celana jeans terlebih dahulu.


Jeans pertama kali dibuat di Genoa, Italia, oleh Levi Strauss. Levi yang merupakan seorang pedagang pakaian mencoba menjajal peruntungannya dengan cara merantau ke California, AS. Sayangnya, ia bangkrut dan semua barangnya habis terjual kecuali sebuah tenda yang terbuat dari kain kanvas. Tak habis akal, Levi mencoba menyulapnya menjadi beberapa potong celana yang ternyata sangat disukai oleh para penambang emas karena bahannya tahan lama dan tidak mudah koyak. Akhirnya, Levi memproduksi celana itu secara massal dan melengkapinya dengan kantong kecil agar para penambang emas dapat memasukkan butiran-butiran emas hasil tambangnya ke dalam kantong tersebut. Hingga sekarang, kantong kecil itu tetap dibuat. Mungkin karena rasanya tidak afdol jika kantong itu dihilangkan. Bagaimana? Terjawab bukan misteri tersebut?

Sabtu, 22 Juni 2013

Sekolah Dambaanku

Tulisan berikut diikutsertakan dalam 
'Sekolah Dambaanku Blog Competition'


Setiap orang pasti memiliki angan tersendiri dalam hidupnya. Bisa jadi pacar idaman, rumah impian, atau bahkan sekolah dambaan. Ya, setiap individu yang terlibat di dalam sekolah, baik itu guru, kepala sekolah, pegawai, dan tentunya para siswa, pasti memiliki bayangan tersendiri akan institusi yang satu ini. Tak terkecuali saya yang sudah 11 tahun merasakan pahit-manisnya dunia pendidikan di Indonesia.

Sekolah bagaikan rumah kedua bagi para siswa. Pasalnya, siswa menghabiskan sepertiga harinya (bahkan lebih) untuk bersekolah. Sebagai tempat untuk menuntut ilmu, sekolah memiliki beberapa aspek yang saling berkaitan dan mendukung satu sama lain. Aspek-aspek tersebut antara lain guru, fasilitas sekolah,  lingkungan sekolah, hubungan guru dan orang tua, hubungan antar siswa, mata pelajaran, tugas dan pekerjaan rumah, serta bentuk ujian kelulusan. Seluruh aspek tersebut sama pentingnya dan perlu diperhatikan oleh seluruh warga sekolah agar situasi sekolah yang kondusif-efektif dapat tercapai.

Sekolah dambaan menurut versi saya, merupakan sebuah sekolah di mana aspek-aspeknya saling bersatu padu menjadi koheren dan solid. Berikut uraian empat aspek yang saya tekankan dalam sekolah dambaan saya:



1. GURU

Siswa mana yang tidak kenal dengan "Pahlawan tanpa tanda jasa" yang satu ini? Menurut saya, julukan tersebut tidaklah berlebihan: mayoritas guru di Indonesia memang patut dijuluki sebagai pahlawan tanpa tanda jasa alias kurang dihargai. Banyak guru yang memiliki bakat dan potensi kurang dihargai dan diperhatikan oleh pihak sekolah maupun pemerintah. Gaji rendah, jam kerja yang padat, sulitnya mendapatkan sertifikasi dan kurangnya penghargaan menjadikan guru kurang termotivasi untuk memberikan performa terbaik mereka saat mengajar. Ada yang sering terlambat masuk kelas, hanya memberikan soal-soal latihan tanpa bimbingan yang memadai, hingga (ter)tidur di kelas. 



Profesi guru menjadi momok tersendiri dan baru dilakoni jika cita-cita utama gagal. Berbeda dengan yang terjadi di negara maju, menjadi guru di Indonesia adalah hal yang mudah. Banyak guru yang memiliki gelar non S.Pd, alias mereka pada awalnya jelas-jelas tidak memutuskan untuk menjadi guru. Profesi guru dianggap sebagai 'profesi cadangan'. Tidak ada ekslusifitas dan kualifikasi tersendiri untuk menjadi seorang guru. Padahal, untuk menjadi guru dibutuhkan kemampuan untuk mendidik yang lebih ditekankan bagi mereka yang hendak mendapatkan gelar S.Pd, bukan sekadar pandai dalam hal materi pelajaran. 

Seandainya sekolah dambaan saya menjadi kenyataan, saya menginginkan agar para guru mendapatkan perhatian dan penghargaan khusus dari pihak sekolah maupun pemerintah. Dengan demikian, para guru memiliki mood booster dan lebih terpacu untuk melakukan performa terbaiknya. Selain itu, saya mendambakan guru menjadi sebuah profesi ekslusif dan terpandang yang sejajar dengan dokter, pengacara, bahkan politikus. Mereka yang hendak menjadi guru harus siap dan mampu mengemban tugas untuk mentransfer ilmunya dengan baik kepada murid-muridnya. Akhirnya, proses belajar-mengajar yang ada menjadi lebih efektif dan efisien.




2. FASILITAS DAN LINGKUNGAN SEKOLAH

Fasilitas dan lingkungan sekolah juga ikut andil dalam menciptakan situasi belajar-mengajar yang kondusif. Fasilitas yang terdapat dalam sekolah tidak perlu terlalu berlebihan (kolam renang, pusat kebugaran, dsb), yang terpenting adalah fasilitas tersebut memadai dan mendukung kegiatan belajar mengajar. Menurut saya, fasilitas yang ada di sekolah saya sudah cukup menggambarkan fasilitas yang memadai. Fasilitas yang diperuntukkan bagi siswa antara lain: R. kelas, Toilet, UKS, Perpustakaan, Lapangan, Kantin, Laboratorium (fisika, kimia, biologi, bahasa inggris), R. Komputer, R. Musik, R. Senam, R. Serbaguna, R. OSIS, R. Konseling, R. Doa, R. Audio visual, Auditorium, serta Toko sekolah. Tidak lupa fasilitas penunjang juga disediakan untuk guru dan karyawan yaitu: R. Tata usaha, R. Guru, R. Kepala sekolah, Pantry, Gudang, serta Toilet khusus guru dan karyawan. 


Lingkungan sekolah yang dibutuhkan adalah sebuah lingkungan yang asri, rindang, bersih, dan tenang sehingga dapat meningkatkan konsentrasi siswa dan memacu semangat belajar-mengajar guru dan siswa. Untuk mewujudkannya, butuh tekad dan aksi dari seluruh unsur sekolah. Bukan hanya karyawan dan guru saja, siswa yang notabene jumlahnya paling banyak juga harus turut menjaga kenyamanan lingkungan sekolah. Hendaknya sekolah memberlakukan (benar-benar memberlakukan, tidak hanya ditulis dalam peraturan sekolah saja) sanksi yang menimbulkan efek jera bagi mereka yang mencederai kenyamanan lingkungan sekolah (membuang sampah sembarangan, membuat kegaduhan, dsb) serta memberikan ganjaran yang setimpal bagi siswa yang menjaga lingkungan sekolah sehingga lingkungan sekolah yang kondusif bagi kegiatan belajar mengajar dapat dipertahankan.


3. TUGAS DAN PEKJERJAAN RUMAH

Tugas dan pekerjaan rumah sangat diperlukan bagi para siswa agar dapat melatih diri dan mengulang pelajaran yang telah dibahas di sekolah. Namun terkadang, banyak pekerjaan rumah yang 'berbentrokan' dalam satu hari. Terlalu banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan dalam waktu yang singkat sehingga banyak siswa yang memutuskan untuk  mencari jalan tengah yaitu dengan cara menyalin pekerjaan teman. Hal ini sudah lazim terjadi sehingga sudah dianggap sebagai 'kebohongan putih'.


Tugas yang diberikan kepada murid seharusnya tidak berlebihan. Caranya, guru berkomunikasi dengan guru yang lain perihal tugas yang akan diberikan kepada suatu kelas dan juga jadwal pengumpulannya. Kemudian, guru merundingan jumlah tugas yang tidak berlebihan serta jadwal pengumpulan yang tidak berbentrokan. Dengan demikian, penumpukan tugas pada hari tertentu dapat dihindari. 

Masalah yang sering terjadi pada siswa pada saat mengerjakan tugas adalah kebosanan. Hal ini terjadi karena tugas yang diberikan terlalu teoritis, monoton, dan tidak menarik. Oleh karena itu, guru dituntut agar dapat memberikan tugas yang tidak menyulitkan para siswa namun materi pelajaran tetap dapat tersampaikan dengan baik. Untuk pelajaran biologi misalnya, dapat diberikan tugas per kelompok untuk membuat model-model sel (sel saraf, sel epitel, dsb) beserta keterangan dan penjelasannya. Kemudian, masing-masing kelompok mempresentasikan hasil karyanya di depan kelas. 

Bisa juga soal yang diberikan tidak terlalu monoton yaitu dengan menyajikan soal dalam bentuk soal cerita. Untuk pelajaran fisika misalnya, soal mengenai energi dapat dibuat menjadi lebih menarik dengan cara menjadikannya soal cerita seperti berikut:

"Pada saat makan siang, Andi yang bermassa 70 kg memakan roti isi daging yang mengandung energi sebesar 1000 kJ. Andi ingin menghilangkan energi dari roti tersebut dengan cara melakukan push up. Setiap push up, ia harus menaikkan pusat massanya setinggi 20 cm dari tanah. Berapa banyak push up yang harus ia lakukan?". 

Soal tersebut tentunya lebih menarik dibandingkan soal to the point yang terasa menjemukan. 


4. BENTUK UJIAN AKHIR

Bentuk ujian akhir yang ada saat ini menurut saya terlalu berorientasi pada nilai. Selain itu, bentuk ujian yang ada saat ini juga lebih mementingkan kepada hasil ujian yang lebih bersifat instan (3-4 hari) dan kurang mementingkan proses yang telah dilalui (bertahun-tahun di SD, SMP, atau SMA dapat gagal karena ujian ini). Hal ini menyebabkan masyarakat memandang prestasi belajar hanya dari pencapaian nilai yang tinggi, bukan pada prosesnya. Akibatnya, siswa dipaksa untuk mencapai nilai yang tinggi. Tak heran jika siswa akhirnya menghalalkan berbagai cara untuk menghindari kegagalan. Mulai dari menyontek, membeli kunci jawaban, dan melakukan kecurangan-kecurangan lainnya.   

Saya pernah membaca sebuah artikel yang menceritakan tentang sistem pendidikan yang berlaku di Jepang. Ada satu hal yang menarik bagi saya: semua siswa di Jepang pasti naik kelas dan lulus. Bukan karena semua siswa di Jepang memiliki otak brilian, ada juga yang rata-rata, sama seperti di Indonesia. Bedanya, mereka yang kurang memahami suatu materi dan gagal pada ujian kenaikan kelas (ada nilai merah istilahnya) tetap naik kelas. Para gurulah yang bertanggung jawab untuk mengajarkan materi tersebut selama libur musim panas sampai anak tersebut cukup mengerti dan bisa mengikuti tahun ajaran berikutnya.  


Begitu pula dengan ujian akhir. Ujian akhir yang diselenggarakan sama dengan ujian kenaikan kelas dan semua siswa pasti lulus. Yang membedakan ujian kenaikan kelas dengan ujian akhir adalah ujian akhir dipergunakan sebagai bahan acuan untuk melanjutkan ke jenjang berikutnya, apakah siswa tersebut mampu untuk masuk ke sekolah favorit atau tidak. Dengan demikian, tidak terjadi pemborosan waktu dan biaya, siswapun 'hemat umur'.

Saya membayangkan alangkah baiknya jika Indonesia dapat mengadaptasi sistem pendidikan di Jepang. Setidaknya, ujian akhir yang diselenggarakan bukan menjadi patokan lulus tidaknya siswa tersebut, melainkan sebagai bahan evaluasi bagi sekolah, guru, dan dunia pendidikan di Indonesia. 

Satu lagi, menurut saya ujian yang hanya terpaku pada teori juga kurang efektif. Pasalnya, yang nantinya akan lebih dibutuhkan di dunia 'nyata' alias dunia kerja adalah kemampuan praktik (skill) dan perilaku. Oleh karena itu, ujian akhir berbentuk praktik yang mengutamakan kemampuan dan perilaku juga perlu dilaksanakan agar siswa tidak 'kaget' begitu memasuki dunia kuliah dan dunia kerja.


Itulah bayangan saya akan sekolah dambaanku. Harapan saya bagi pendidikan di Indonesia adalah semoga pendidikan di Indonesia dapat selangkah lebih maju (berikutnya baru bisa berlari bersama negara-negara lain) dan harapan saya akan sekolah dambaan bisa terealisasikan walaupun tidak sampai 100%. Bagaimana bayanganmu akan sekolah dambaan?



Kamis, 13 Juni 2013

Dunia Tanpa Minyak

Kelangkaan minyak saat ini tengah menjadi isu hangat yang patut dijadikan pusat perhatian. Ketika kampanye diet plastik dan minyak mulai mencuat, tak sedikit dari kita yang mengabaikannya. Minyak bumi terus dieksploitasi hingga batas akhirnya.

Siang ini (13/6), National Geographic Channel lewat tayangan Aftermath: World Without Oil, memberikan gambaran bagaimana jadinya dunia ketika minyak telah habis. Berikut apa yang saya dapatkan ketika menontonnya:



Menit Pertama:
Ketika 16.000 km 3 minyak menghilang, alarm di pengkilangan mulai berdering tanda merosotnya tekanan dalam pipa.

Satu Hari Pertama:
Semua produk minyak, mulai dari aspal, solar, bensin, dan tar menjadi berharga dan terbatas.Saham-saham bernilai ratusan triliun menjadui tidak berharga. Pekerja minyak dipecat. Konsumen segera menuju pom bensin terdekat untuk mengisi bensin terakhir kalinya. (mirip kelangkaan BBM di Indonesia ya?)

Minggu Pertama:
Persediaan minyak mulai habis. Pemadaman listrik menyebar ke seluruh dunia (lagi-lagi mirip seperti Indonesia, yah mungkin rakyat Indonesia saat itu hanya akan menggumam: 'ini mah sudah biasa'). Pengangguran meningkat hingga 30%. Hewan ternak mati kekurangan makan. Terjadi kerusuhan dan penjarahan (pasti lebih parah dibanding kerusuhan 65).

Bulan pertama:
Jalanan kosong dari kendaraan [horee (?)]. Hanya kendaraan darurat saja yang mendapatkan bahan minyak. Pemerintah memutuskan untuk mulai menanam biofuel (alternatif energi yang ramah lingkungan).

Semester pertama:
Penanaman biofuel ditinggalkan untuk memfokuskan penanaman pangan. Peneliti bereksperimen dengan bahan-bahan kimia untuk menciptakan biofuel.

Tahun pertama:
Mulai ditemukan ganggang sebagai biofuel yang ramah lingkungan dan mudah dikembangbiakkan (hanya dengan sedikit pupuk). Lithium yang merupakan bahan baku baterai menjadi sangat dicari dan menjadi sumber energi baru.

Lima Tahun Pertama:
Barang-barang elektronik yang awalnya dibuang mulai dicari dan dikumpulkan. Dalam satu ton ponsel bisa didapatkan 275gr emas. Pesawat dan roket belum dapat digunakan kembali. Satelit-satelit berjatuhan karena kehabisan bahan bakar. Penduduk mulai menanam sendiri makanan mereka. Apartemen menjadi rumah kaca. Kereta api menjadi sarana transportasi yang menghubungkan seluruh dunia. Kota-kota mulai dibangun di sepanjang rel kereta api. Kota-kota lama ditinggalkan.

Empat Puluh Tahun Kemudian:
Langit tampak bersih. Udara terasa lebih segar. Mobil kembali diciptakan namun dengan bahan bakar listrik. Kerangkanya tidak lagi menggunakan besi namun serat optik yang ringan. Kendati demikian, harga mobil sangatlah mahal sehingga tak sembarangan orang bisa memilikinya. Tampaknya, dunia lebih baik tanpa kehadiran minyak.

Ini videonya (jika kecepatan internetmu melebihi kecepatan cahaya):

World Without Oil Video






Kamis, 06 Juni 2013

Jeanie with the light brown hair

Kartun-jartun jaman dulu memang tak tergantikan. Tak hanya ceritanya yang penuh pesan moral dan menarik, lagu  pembukanya pun juga begitu membekas di hati. Seperti tadi, tiba-tiba saya teringat dengan lagu indah beserta kilatan-kilatan gambar tentang kartun yang satu ini. Spontan saja saya langsung menyenandungkan potongan bait dari opening kartun Kaze no Naka no Shoujo Kinpatsu no Jeanie atau yang dikenal sebagai Jeanie with the light brown hair di Indonesia. Saat kulihat kembali bunga kenangan itu, kenangan dari masa kecilku mengalir di dalam dadaku. 

Karena kangen, langsung saja saya search lirik lengkapnya di google dan ini dia ;) :

Saat kulihat kembali
Bunga kenangan itu
Kenangan dari masa kecilku
Mengalir di dalam dadaku
Dengan bebas ku berlari
Melintas bukit dan lembah yang indah
Aku tak bisa kembali
Ke masa itu lagi
Sedikit demi sedikit
Aku telah beranjak menjadi dewasa
Sambil terus memeluk impian
yang tak kan pernah pudar
Aku tak akan pernah menyerah
Untuk mencapai harapanku
Untuk mencapai harapanku
Bagi yang lupa, Jeanie with the light brown hair mengisahkan tentang Jeanie yang hidup bersama ayahnya yang seorang dokter di sebuah desa. Ibunya telah meninggal akibat sakit keras. Di desa itu, Jeanie berteman dengan Steven dan Billy. Mereka kerap kali bermain musik bersama.



Suatu hari, ayah Jeanie mengenalkan seorang wanita yang akan menjadi ibu tiri Jeanie. Wanita itu melarang Jeanie berteman dengan anak kampung seperti Steven dan anak pembantu seperti Billy. 
 

Celoteh si Devi Template by Ipietoon Cute Blog Design and Homestay Bukit Gambang

Blogger Templates