Selasa, 12 Maret 2013

Festival Topeng (Cerpen)


Cerpen karya Lan Fang ini benar-benar apik dan terjalin dengan rapi (bagi saya). Sederhana, tapi sarat makna. Pertama kali mengetahuinya dari ulangan Bahasa Indonesia analisis cerpen. Credit to lakonhidup.wordpress.com/2010/03/28/festival-topeng/

Cerpen Lan Fang (Jawa Pos, 28 Maret 2010)
1. Tidak ada
PERKENALKAN, namaku Prameswari. Kata orang tuaku, arti namaku adalah permaisuri. Karena aku dilahirkan dengan kecantikan seorang putri. Jadi sudah sepantasnya kalau orang tuaku berharap aku memiliki kemewahan hidup seorang permaisuri.
“Nasibmu akan menjadi istri pejabat tinggi yang kaya raya. Paling tidak pangkat suamimu itu adalah kepala desa,” begitulah ibu berharap aku mendapatkan suami yang kaya, berpangkat, dan mempunyai jabatan tinggi.
Nah, suamiku bernama Drajat Hartono. Kata orang tuanya, arti namanya adalah laki-laki yang berderajat dan berharta. Tetapi ternyata tidak ada hubungannya antara nama dengan nasib manusia. Karena suamiku bukan kepala desa apalagi pejabat tinggi yang kaya raya. Suamiku cuma seorang pembuat topeng.
Suamiku membuat wajah-wajah dari kayu. Ia membentuk kayu-kayu itu menjadi wajah tokoh-tokoh pewayangan. Ada wajah Kresna, manusia setengah dewa, titisan Dewa Wisnu. Ada wajah Bisma, putra Gangga, satria Hastinapura yang tidak bisa mati. Ada wajah Arjuna, salah satu Pandawa yang paling dipuja. Sampai ada pula wajah Durna, guru Hastinapura yang sangat dihormati.
Selain membuat topeng-topeng dengan wajah wayang, suamiku juga menerima pesanan topeng wajah yang disesuaikan dengan kehendak pemesannya. Ada yang memesan topeng wajah dengan mimik sedang tertawa lebar atau sedang tersenyum simpul. Ada juga yang minta dibikinkan topeng berwajah bijaksana dan berwibawa.
Sebetulnya aku kesal dengan pekerjaan suamiku. Karena pekerjaannya ini tidak menghasilkan uang setiap hari. Padahal kami butuh uang untuk makan setiap hari, bukan?
Bayangkanlah, setiap hari suamiku membuat berbagai macam topeng kayu. Ia menyerut kayu sampai permukaannya menjadi halus. Lalu membentuk mata, hidung, mulut dengan telaten sehingga topeng kayu itu benar-benar menyerupai wajah manusia. Tetapi sampai saat ini tidak ada yang membelinya.
Akhirnya, topeng-topeng itu hanya menumpuk di seluruh sudut ruangan rumah. Topeng-topeng itu tumpang tindih satu sama lain. Mata beradu telinga, telinga beradu hidung, hidung beradu mulut, mulut beradu mata. Kadang-kadang aku melihat mereka saling diam. Tetapi aku lebih sering melihat mereka bertengkar dan saling menggigit satu sama lain karena berebut tempat yang lebih leluasa.
“Minggir! Ini tempatku!”
“Tidak. Kau saja yang ke pinggir.”
“Rupanya kau mau kutendang, ya?”
Begitulah, aku kerap mendengar keributan mereka. Bukan itu saja. Mereka juga saling menyikut dan menendang sehingga tumpukan topeng-topeng itu selalu bergerak. Kadang-kadang hendak rubuh, tetapi kemudian mereka segera berkelompok untuk saling bergandengan. Misalnya, para topeng Durna berkelompok dengan sesama topeng Durna. Dan para topeng Arjuna menyatukan diri dengan para topeng Arjuna lainnya. Atau kelompok topeng berwajah bijak berkumpul bersama-sama. Sedangkan topeng-topeng yang tersenyum simpul pun mengelompokkan diri mereka sendiri.
“Kangmas, mungkin topeng-topeng itu hendak menyerang kita. Sepertinya mereka sedang merencanakan suatu konspirasi besar-besaran,” kataku gelisah.
“Tidak apa-apa. Mereka hanya menginginkan etalase, sebuah tempat terhormat untuk memajang wajah mereka,” sahut suamiku tanpa mempedulikan kegelisahanku. “Tetapi kita tidak perlu membeli etalase. Karena pada waktunya nanti, topeng-topeng itu akan habis terjual semua. Dan topeng-topeng itu akan menyiapkan etalase untuk diri mereka sendiri,” sahut suamiku. Selengkapnya..

Ketika Tenar Menjadi Utama (Cerpen)

Cerpen ini telah di muat di mading Makers yang telah diikutsertakan dalam lomba mading di Untar.. enjoy! :D



"Ya, hari ini jadi kan?" bisik Tyo kepada Arya, teman semejanya sejak kelas X.


"Jadi apaan?" sahut Arya pelan.

"Ah, gak usah pura-pura lupa deh! Baru aja dibahas tadi pagi!” balas Tyo geram. Teriakan Tyo menjadikannya pusat perhatian seisi kelas, termasuk Pak Dani.

"Kalau mau ngobrol, sana di luar! Keluar sekarang juga! KELUAR!"

Arya menundukkan kepalanya sambil berjalan keluar kelas diiringi Tyo yang nampak kegirangan. Benar-benar kontras. Mereka akhirnya memutuskan untuk menghabiskan waktu di kantin.

Selama ini, Arya dikenal sebagai murid yang cerdas dan penurut. Ia merupakan anak kesayangan para guru di sekolahnya. Namun, Arya sering dikucilkan karena ibunya yang mengalami gangguan jiwa. Ia pun akhirnya diasuh oleh pamannya yang berprofesi sebagai pembuat batu bata. Sedangkan adik Arya, Deny, memilih untuk tetap tinggal bersama kedua orang tuanya.

"Seburuk apapun mereka, aku harus menjadi anak yang berbakti," kilah Deny saat diajak pindah oleh Arya setahun yang lalu.

"Tapi disini kamu mesti kerja sebelum dan sepulang sekolah. Bagaimana kamu bisa konsentrasi sekolah, Deny?" Jujur saja, sebenarnya ia tak tega melihat adiknya yang bekerja siang malam sebagai loper koran dan pengamen, membanting tulang sendirian demi menghidupi keluarga kecilnya itu.

"Aku nggak mau. Aku mau berbakti sama mereka!"

Sejak saat itu, mereka hanya berkomunikasi lewat pesan singkat. Menurut kabar terakhir yang didapatnya, Deny baru saja memasuki sebuah SMP Negeri di dekat rumahnya.

Tyo menepuk pundak Arya keras. Arya yang sedang melamun terlonjak kaget.

"Jadi gimana nih? Mau ikut nggak?" kata Tyo setengah memaksa.

Tyo sering memesan batu bata buatan paman Arya. Mulanya, Arya tak ambil pusing akan hal tersebut. Namun, setelah mengetahui bahwa batu tersebut digunakannya untuk tawuran, Arya bimbang. Hari ini Tyo kembali memesan dua lusin batu bata. Arya sudah menduga bahwa Tyo akan melakukan tawuran lagi sore ini. Tapi, Arya sama sekali tak mengira jika Tyo akan menawarinya untuk turut serta dalam tawuran hari ini.
"Emang kenapa sih harus ikut?" tanya Arya.

"Ini tawuran langka loh, lo bakalan beruntung banget bisa ikutan. Lagian, kalo lo ikut, lo gak bakal dikucilin lagi," bujuk Tyo.

Kalau aku ikut pasti aku akan lebih disegani di sekolah. Selain itu, hitung-hitung aku juga membantu paman menjajakan batu batanya. Jadi semuanya untung, batin Arya dalam hati.

"Baiklah, aku ikut!" ujar Arya dengan keyakinan semu.
~~~~
Arya berdiri tepat di samping Tyo. Mereka berada di deretan depan, menandakan merekalah yang memimpin tawuran ini. Tak lama berselang, munculah serombongan anak lelaki berbalutkan kemeja putih dan celana pendek biru. Arya terperangah. Murid-murid SMP! Jadi ini yang dimaksud Tyo sebagai tawuran langka? SMA melawan SMP?

"Ya, kali ini gue kasih lo kehormatan buat memimpin. Sana, maju ke depan!” desak Tyo sambil mendorong Arya keras.

"A...aku? Tapi aku nggak tahu gimana caranya," sahut Arya. Entah mengapa kakinya kini terasa lemas.

"Gampang kok, tinggal teriak 'SERAANGG!' terus lempar deh batunya. Ayo maju!”

Akhirnya, kini Arya berdiri sendiri di depan. Sekilas matanya memindai lawan-lawannya. Ada yang berambut keriting, berkulit sawo matang, bertubuh kurus kering, dan.... Astaga! Arya hampir tak mempercayai penglihatannya. Ada Deny! Deny balas menatapnya dengan tatapan terkejut. Sepertinya ia tak menduga akan bertemu kakaknya dalam situasi seperti ini.

Seketika batu bata Arya terlepas dari tangannya dan menumbuk tanah dengan keras. Mata Arya mulai berkunang-kunang.

"Arya! Lo kenapa? Buruan mulai!" Tyo mendesaknya.

Dari kejauhan, dilihatnya Deny menggelengkan kepala.

Arya menundukkan kepalanya dalam-dalam. Tak lama kemudian, ia pun memungut batu batanya yang tadi sempat terjatuh. Sambil menahan isak tangis, ia berseru membelah langit senja.

“SERAAANGG!!!”

Senin, 04 Maret 2013

Example of Hortatory Exposition : E-book vs Paper Book

It's Time for E-book 

Until now, we have been using paper book, even though there is e-book (electronic book). As we know, e-book is more eco-friendly than paper book. Do you want to know why? E-book is more eco-friendly than paper book because it can reduce global warming, does not take much spaces, cheaper, and it is also lighter than paper books. By using e-book you also don’t need to go to bookstore and you can adjust the font size. In this article, we will explain you more.


First, e-book is more eco-friendly because it can reduce global warming. Why e-book can reduce global warming? Here is the explanation. Paper books are made from papers, and papers main ingredients are trees and waters. Using paper book means that you are reducing trees and waters. That means global warming is getting worse because not all of the CO2 are absorbed by the trees due to the trees are getting less and less. For the waters, they are used to make the pulp and the pulp is used to make the papers. However, as you can see, e-book is not using papers at all. Therefore, e-book can reduce global warming. 

Second, e-book does not take much space. Usually, e-book needs electronic gadgets like laptop, I-Pad, net book, etc. These gadgets are usually smaller than paper books. Other than that, those gadgets are can contain more than paper book can has. Therefore, e-book takes less space compared to paper book. 

Next, paper book is heavier. Why? As we told you before, paper book needs more spaces than e-book need. That means paper book needs a lot of paper. Therefore, the thicker the book is the heavier it will come. Different with e-book. Even though e-book has many pages, it would not affect the weight of the device. That means, e-book is lighter than paper book. 

Another advantage from e-book is the price. E-book is cheaper than paper book. It is because e-book does not need any paper to be printed out. That means, there's no cost needed to print them, different with paper book. Paper book needs more cost than e-book because paper book need costs to be printed like for the paper, ink, machines, electricity, etc. Therefore, usually the price for e-book is cheaper than paper book. That is why e-book is much better than paper book. 

Now, what are you waiting for? There are a lot of advantages from using e-book than using paper book. By using e-book, we are also contributing to reduce global warming by saving trees and waters. Beside that, by using e-book we also save our money since that e-book is cheaper than paper book. Other than that, the other advantages from using e-book are e-book is lighter, does not take many spaces, does not need to go to bookstore, and also can adjust font size. At conclusion, let’s use e-book!

 
 

Celoteh si Devi Template by Ipietoon Cute Blog Design and Homestay Bukit Gambang

Blogger Templates